Review John Green Turtles All the Way Down

Review Buku Turtles All The Manner Down - John Green

Judul : Turtles All The Way Down

Penulis : John Green

Jenis Buku : Novel

Penerbit : Dutton Books for Young Readers

Tahun Terbit : Oktober 2017

Jumlah Halaman :  304 halaman

Dimensi Buku : 21.08 10 fourteen.99 x iii.81 CM

Harga : Rp. 270.000

Edisi Bahasa Inggris

#1 New York Times - Bestselling Author

Bachelor at Periplus Setiabudhi Bandung Bookstore (ig @Periplus-setiabudhi)

Sekelumit Tentang Isi

Hilangnya jutawan Russel Pickett menarik perhatian Daisy dan Aza untuk turut memecahkan misteri itu. Ada imbalan besar menanti bagi mereka yang bisa menemukan atau memberikan informasi yang berhubungan dengan peristiwa itu. Daisy membujuk Aza untuk terlibat, uang imbalan bisa mereka gunakan untuk membiayai kuliah mereka kelak. Latar belakang keluarga mereka yang tidak berada membuat mereka nyaris sulit untuk bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Davis, putra jutawan yang hilang itu adalah teman masa kecil Aza. Ketika Aza akhirnya menjalin hubungan kembali dengan Davis, rasa suka yang dulu ada pun kembali hadir. Tapi Aza yang sekarang sangat sulit untuk menerima kedekatan dengan seseorang, terutama karena ketakutannya sendiri pada pikirannya yang ia kira tidak beres. Ia takut pada kotoran, takut dunia tidak nyata, takut gila, dan masih banyak lagi ketakutan yang menghantuinya hingga terkadang ia tersesat dalam pikirannya sendiri yang seperti screw, mencekik benaknya makin lama makin erat. Sedangkan Davis juga tidak mudah menerima kedekatan dengan orang lain karena perasaannya yang rapuh serta kecurigaannya bahwa orang-orang hanya menyukainya karena hartanya.

Bagaimanakah kelanjutan hubungan Aza dan Davis? Dapatkah Aza dan Daisy menemukan ayah Davis yang hilang? Apakah uang imbalan itu menjadi milik mereka?

Sementara itu hubungan persahabatan Aza dengan Daisy juga diuji. Pertengkaran dan kesalahpahaman datang silih berganti. Dapatkah Aza dan Daisy melalui itu semua?

Seorang ibu ingin mengusahakan yang terbaik untuk anaknya, apalagi Aza adalah putri satu-satunya. Tapi hubungan mereka terasa begitu jauh terkadang. Mungkinkah ada jalan untuk mendapatkan kembali kedekatan dan kehangatan yang telah hilang bersama putrinya sejak kematian suaminya itu?

Turtles All The Manner Down sepintas tampak seperti kisah pencarian jutawan yang hilang. Padahal ada banyak cerita lain yang tersembunyi di dalamnya.

Seputar Fisik Buku dan Disainnya

Teman-teman kalau sudah membaca buku ini pasti akan menemukan kaitan antara disain cover yang ada gambar spiral melingkar-lingkar warna oranye itu. Daripada gambar kura-kura, memang lebih cocok menggunakan ilustrasi lingkaran tersebut. Cerdas. Warna oranyenya yang cerah juga membuat buku ini tampak menyolok di jajaran buku yang ada di display toko.Centre-catching. Sedangkan nama John Green sudah semacam jaminan mutu buku novel. Lagi mencari novel bagus untuk dibaca? Coba pertimbangkan buku-buku John Green ?.

Picture: Edisi Hardcover

Buku yang saya baca kebetulan edisi hardcovernya. Bagian sampul luar bisa dilepas seperti yang terlihat pada gambar di atas. Bagian dalam bukunya khas badan buku hardcover, warna hitam dan kokoh. Yang saya suka dari edisi hardcover tentu saja keawetan bukunya karena bodi yang kuat. Di lain sisi, sampul yang bisa dilepas mudah kadang rentan rusak, sehingga saat dibaca saya lebih suka menyimpannya, dan baru dipakaikan kembali setelah buku beres dibaca hingga akhir.

Tokoh dan Karakter

Turtles All The Manner Down akan membawa kita pada kehidupan Aza Holmes hingga ke akar-akarnya. Novel ini tidak menceritakan Aza dari kecil hingga tua, tapi novel ini menyampaikan pikiran dan perasaan Aza yang terdalam, hingga kita akan merasa mengerti sekali seperti apa rasanya menjadi Aza. Aza, gadis remaja yang mengalami gangguan mental (kemungkinan besar karena kehilangan ayahnya), sering terjebak dalam pikirannya sediri serta ketakutannya pada bakteri dan lingkungan yang tidak steril yang masuk ke dalam tubuhnya hingga bisa membuat ia mati.

Meski Aza adalah gadis yang cerdas, tapi kehidupan sosialnya tampak tidak begitu berkembang. Aza selalu berusaha menjadi putri yang baik bagi ibunya yang cukup protektif.

Davis, remaja anak dari jutawan ini juga tenggelam dalam kesepian dan kesedihannya sendiri. Davis menyukai quotes dan ia juga menulis puisi. Sulit baginya untuk percaya bahwa ada orang yang tulus peduli dan suka padanya bukan pada harta keluarganya.

Lalu ada Daisy, sahabat Aza yang memiliki karakter yang berkebalikan dengannya. Daisy pandai bersosialisasi, gemar bicara, pandai menulis, dan cepat memutuskan sesuatu. Meski memang Daisy pun memiliki keluarga yang miskin, lebih miskin dari Aza.

Jumlah tokoh yang ada di dalam novel ini bisa dibilang sedikit. Tapi saya menemukan keintiman dan keakraban yang nyaman selagi menyimak kisah mereka. Khas John Green, yang mengupas sedikit tokoh, tapi dengan cara yang sangat mendalam.

Alur dan Latar

Alur maju dengan konflik yang ringan, bukan misteri yang rumit atau aksi yang bikin jantung berdetak keras, begitulah nyatanya Turtles All The Style Down. Kisah berjalan lambat, yang saya curiga akan membuat tipe pembaca tertentu merasa bosan atau lelah. Tapi begitulah gaya novel-novel John Green menurut saya. Semua episode harus dinikmati dengan santai, dicermati tiap situasinya, direnungkan kalimat-kalimatnya, dan bagi yang sabar membaca, akan ada sesuatu yang indah di akhir kisah sebagai upahnya.

Penggambaran latar yang baik menguatkan alur cerita yang disuguhkan oleh John Light-green. Tak perlu khawatir kekurangan narasi untuk mengimajinasikan suatu latar. Semua tercukupi.

... made of millions of white pebbles. A blue heron stood perched on an former bleached tire, and when she saw us she spread  her wings and flew away, more than pterodactyl than bird. The island forced us into a narrow channel on the east side of the river, and nosotros floated underneath cycamore trees leaning out over the h2o in search of more sunlight.

Most of the copse were covered in leaves, some streaked with pinkish in the first hints of autumn. Merely we passed under one expressionless tree, leafless just still standing, and I looked up through its branches, which intersected to fracture the clement blue sky into all kinds of irregular polygons.

Folio 24

Yang menarik dan atau disuka dari Buku ini

Tipikal novel John Green yang disetiap bagiannya selalu tersebar kalimat-kalimat yang memiliki makna yang dalam, membuat saya merenung, dan berpikir lebih dalam. Ini memang salah satu hal yang saya sukai dari novel John Green, termasuk novel Turtles All The Way Downward ini.

Information technology'south quite rare to discover someone who sees earth you see. Page 9

... the thing is, when you lose someone, you realize you'll somewhen lose everyone. Page 81

In some means, pain is the reverse of language. Page 89

Adults call up they're wielding power, but really power is wielding them. Page 145

Dubito, ergo cogito, ergo sum. I incertitude, therefore I think, therefore I am. Page 166

The madness of wealth," my mother mumbled. "Sometimes yous call back you're spending money, only all along the coin'southward spending you." She glanced down at her cup of tea, so back up to me. "Merely only if you worship it. You serve whatever you worship." Folio 269

Banyak penggambaran perasaan yang John Green berikan lewat novel ini terasa sangat mengena. Salah satunya tentang lagu dan perilaku mendengarkan radio saat berada di mobil. Setidaknya itu berlaku untuk saya ?, saat jatuh cinta saya suka menyimak lagu-lagu mellow yang liriknya kadang cenderung naif dan bodoh, tapi memang seperti itulah yang saya butuhkan untuk menikmati perasaan cinta di dalam dada.

I turned the radio up as a song I liked called "Can't Stop Thinking About You" came on, the bass sizzling in Harold'southward long diddled speaker, the lyrics stupid and lightheaded and everything I needed.

Sometimes you happen across a brilliant run of radio songs, where each fourth dimension one station goes to commercial, y'all scan to some other that has just started to play a song you love...

Page 49

Bagian yang ini membuat melihat satu sisi sedih dan sepi dari banyaknya kepemilikan harta. Nyatanya kaya tak selalu berarti bahagia.

I'd gotten a text from Davis: I used to think yous should never be friends with anyone who just wants to be most your money or your access or whatsoever.

I started typing a response, merely then another text came in. Similar, never make a friend who doesn't like Yous.

Page 78

Ini mengingatkan saya pada sebuah buku lain yang juga diterbitkan baru-baru ini. Battle of Valhalla juga terdapat di novel fantasi Magnus Hunt The Ship of The Expressionless - Rick Riordan yang saya baca bulan lalu. Ternyata John Green menyinggungnya untuk menjadi bagian dari karakter Aza dan tokoh-tokoh lainnya. Yang suka Star Wars juga pasti cukup senang mendapati cukup banyak percakapan dalam buku yang menyinggung-nyinggung tentang hal tersebut ?.

"I am a dauntless warrior in my internal Boxing of Valhalla". Page xc

"That'southward really the most fascinating thing near Star Wars," said Davis. Folio 95

Tentu narasi yang tersusun baik untuk menggambarkan karakter, pikiran, dan perasaan suatu tokoh hingga pembaca bisa menyelaminya adalah kecakapan yang belum tentu dimiliki semua penulis. Tapi John Green mampu untuk itu. Aza jelas seseorang yang tersesat dalam pikirannya sendiri, terisolasi dalam dunianya, dan saya jadi ikut merasa sedih dan sepi karenanya.

I realized in the silence that followed that I hadn't spoken since answering Davis's compliment about my shirt. Davis, Daisy, and Mycal eventually went back to talking about Star Wars and the size of the universe and traveling faster than light.

...

Aftet a while, I heard my proper name and snapped into my body, seated at Applebee's, my back against the green vinyl absorber, the smell of fried nutrient, the din of conversation pressing in from all around me. "Holmesy has a Facebook," Daisy said, " but her concluding status update is from heart school." She shut me a look that I couldn't quite translate, and so said, "Holmesy'south like a grandmother when it comes to the internet." She paused over again. "Aren't you?" she said pointedly, and and so I realized at last she was trying to make room for me so talk.

"I use the internet. I just dont feel a need to, like, contribute to it."

...

In that location was a brief break in the conversation. I felt my arms prickling with nervousness, sweat glands threatening to flare-up open up. And and then they went back to talking, the conversation shifting this way and that, anybody telling stories, talking over one another, laughing. Folio 97

Pembicaraan tentang seni selalu menarik minat saya. Bagaimana dengan teman-teman? ?. Gara-gara paragraf ini saya jadi mencari tahu lebih banyak tentang Pettibon. Saya penasaran itu fakta atau fiksi. Yang pasti Raymon Pettibon berikut karya seninya memang nyata.

I found myself pulled toward the painting that Mychal had called "Pettibon". Information technology was a colorful screw, or maybe a multicolored rose, or a whirlpool. By some fox of the curved lines, my optics got lost in the painting so that I kept having to refocus on tiny individual pieces of it. It didn't feel like something I was looking at so much as something I was office of. I felt, and and then dismissed, an urge to grab the painting off the wall and run away with it. Page 100

Dan sebagai pecinta buku serta penyuka motion picture, rumah Davis terasa begitu indah dalam imajinasi. Rumah yang ada teaternya ?, dan perpustakaan dengan rak-rak yang kokoh mengisi fantasi saya hingga rasanya sedikit iri ingin memiliki ?. Buku Tender is the Night dikarang oleh F. Scott Fitzgerald, seorang pengarang berkebangsaan Amerika. Salah satu buku klasik yang populer.

I nodded, and he took me downstairs to the basement, except information technology wasn't really a basement because the ceilings were like xv feet high. We walked down the hallways to a book shelf lined with hardcover books. "My dad's drove of first edition," he said. "We're not allowed to read any of them, of course. The oil from human being hands damages them. But you can accept out this ane," he said, and pointed at a hardcover re-create of Tender Is the Nighttime.

I reached for information technology, and the moment my manus touched the spine, the bookshelf parted in the middle and opened inward to reveal the teather, which had six stadium-style rows of black leather seats. Page 101.

Lalu, bagian ini lagi-lagi terasa getir dan menyentuh emosi. Davis yang malang.

"And I know y'all can have anything the moment you want information technology, and that can make a person call back the world belongs to them, that people vest to them. But I promise y'all empathise you are not entitled to- "

"Mom," I said over again.

I shot Davis an apologetic look, but he didn't see, because he was looking at my mom. He started to say something, merely then had to stop, considering his eyes were welling up with tears. Page 143

Sebagai penguat cerita, beberapa bagian novel juga berisi informasi-informasi ilmiah. Tak banyak jumlahnya, dan tidak akan membuat kita pusing. Justru penjelasan seperti ini memang dibutuhkan untuk membentuk logika berpikir sehingga alur cerita bisa diterima dengan baik ??.

Mammal brains receive a abiding stream if interoceptive input from the GI tract, which combines with other interoceptive information from inside the body and contextual information from the surround before sending and integrated response to target cells within the GI tract through what is commonly called the 'gut-brain advisory axis' but might exist meliorate described every bit the 'gut-brain informational cycle. Page 209

Teman-teman suka puisi kah? Saya suka. Makanya, ketika saya menemukan puisi di dalam novel, saya segera mencatatnya. Salah satu tokoh dalam cerita adalah blogger yang sering memosting quotes di blognya. Tokoh yang lain adalah penulis di wattpad. Semua yang diangkat dalam novel, terasa kekinian, sesuai dengan jaman saat ini.

The leaves are gone

you should be, too

I'd be gone if I were yous

merely so again, here I am

walking alone

in the frigid dawn

Page151

Bagian yang paling saya suka saya tuliskan di sini. Mungkin ini sebuah konklusi, atau bahan kontemplasi lainnya. Ini tentang cinta.

I thought, lying in that location, that I might love him for the rest of my life. We did dear each other - maybe we never said it, and maybe love was never something we were in, but it was something I felt. I loved him, and I idea, maybe I will never come across him over again, and I'll be stuck missing him, and isn't that so terrible. Page 284

You remember your outset love because they show you, testify to you, that you can love and be loved, that nothing in this world is deserved except for love, that love is both how y'all become a person, and why. Page 285

Mengapa judul novel ini Turtles All The Way Down? Pertanyaan itu akhirnya terjawab di halaman-halaman terakhir buku. Teman-teman silakan mencari sendiri bagian tersebut ya ?.

Siapa John Green

Novel Turtles All The Style Downwardly mendapatkan poin 4,half dozen dengan 73% bintang v dari 492 review yang ada. Sedangkan Goodreads mencatat poin 4,17 dengan total 9237 review. Suatu pencapaian yang luar biasa.

John Michael Green adalah seorang penulis asal Amerika yang juga seorang vlogger, produser, aktor, dan editor. Novel Looking for Alaska yang ia tulis memenangkan Printz Award, dan novel The Faulth in Our Stars merupakan #1 The Now York Times Best Seller. Novel tersebut kemudian diangkat menjadi sebuah film yang banyak mendapatkan respon positif dari banyak pihak dan nomor 1 di box office. Tahun 2014 John Greenish bahkan termasuk ke dalam 100 orang berpengaruh di dunia versi Time magazine.

Tahun 2008, novel ketiganya yang berjudul Newspaper Towns juga diangkat menjadi film dan di tahun 2009 Paper Towns mendapatkan Edgar Award for Best Immature Adult Novel, dan Corine Literature Prize di tahun 2010.

Turtles All The Fashion Down adalah karya solonya yang kelima, dipublikasikan secara resmi pada bulan Oktober 2017.

Rekomendasi

Buku ini saya rekomendasikan kepada pembaca usia remaja dan dewasa (15+) yang suka novel yang membuka pikiran kita akan makna cinta, persahabatan, keluarga, serta perjuangan di masa-masa penuh tekanan. Topik kehilangan, trauma, kesedihan, rasa sepi, kegalauan remaja, dan arti kebahagiaan terdapat di dalam novel ini. Alurnya mungkin terasa lambat bagi sebagian orang, tapi saya ingin menekankan bahwa bagi mereka yang sabar membaca hingga akhir, akan ada sesuatu yang indah yang bisa kita petik sebagai upahnya. Mungkin sebuah pemahaman tentang cinta, tentang kasih sayang, atau tentang kehidupan.

-------------------------------------------------------------------------

Dipidiff.com adalah sebuah media edukasi yang menginspirasi melalui beragam topik pengembangan diri, rekomendasi buku-buku, dan gaya hidup yang bervibrasi positif.

Dipi has been being a reader since she was a little kid, 5 or 6 yo. Her favorite reading time was bed-time with Mom and Bobo magazine. She loves reading fiction and non fiction. Books help her a lot during her teenager and her other struggling menstruum of life. Once a week, she appear for streaming radio nbsradio.id (alliance with VOA), she has a book program named NBS Volume Review, and a self improvement programme named Positive Vibes. Dipi collaborates with her partner, Andri Irawan, create book podcast (Spotify Bookita, Instagram @bookita.podcast. Now she has her ain podcast (Anchor & Spotify DipidiffTalks; Instagram @dipidiff_talks @dipidiffofficial). Her other passions link to education and entrepreneurship. That's why she is nurturing her own pocket-sized concern, Dipidiff Official Shop (instagram @dipidiffofficialstore , Tokopedia Dipidiff Official Shop), and her personal branding Dipidiff,  while keeping decorated being a mom of one and coaching for some teenagers and immature - adults at Growth Tracker Program, it is a private program - special purpose, which help (especially) teen and young adult to find their passion and unleash their potential. Dipi retired from working at university and bask her time at training institution. Right now, she is an educator and Periplus Bandung Administrator (occasionally brotherhood with Periplus Indonesia). She is getting older, she dreams a quiet life and contributing every bit best as she can for customs.

Contact Dipidiff at This electronic mail address is being protected from spambots. Y'all need JavaScript enabled to view information technology..

Hits: 2486

brookscornind1994.blogspot.com

Source: https://www.dipidiff.com/review-buku/fiction/42-review-buku-turtles-all-the-way-down-john-green

0 Response to "Review John Green Turtles All the Way Down"

Postar um comentário

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel